perlindungan konsumen
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan
peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan.
Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi
produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu,
diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.
Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah
habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih
banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh
karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara
seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada
konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang
secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan,
konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak
bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa
yang dikonsumsinya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
DEFINISI KONSUMEN
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah
suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu
benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada
dua jenis konsumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara
adalah distributor, agen dan pengecer.
Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan
Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing
adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau
jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Pengertian
Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga
bagian, terdiri atas:
- Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
- Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha; dan
- Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU
PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.”
Jadi,
Konsumen ialah orang yang memakai barang atau jasa guna
untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat
dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah
Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
2.
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan
konsumen adalah perangkat yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak
sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Ø
Undang Undang Dasar 1945 Pasal
5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Ø
Undang Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.
Ø
Undang Undang No. 5 tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Ø
Undang Undang No. 30 Tahun
1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
Ø
Peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
Ø
Surat Edaran Dirjen
Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan
konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
Ø
Surat Edaran Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen.
Menurut Undang-
undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 1 butir 1,2 dan 3:
1.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
3.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggaraka
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
3. TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dari uraian diatas kami akan
menjelaskan alasan kenapa begitu pentingnya hukum perlindungan konsumen ini,
seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3,
disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
4.
PRINSIP DAN ASAS-ASAS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A.
Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen
1. Let The Buyer
Beware
Ø Pelaku Usaha kedudukannya
seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
Ø Konsumen diminta
untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
Ø Konsumen tidak
mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
Ø Dalam UUPK Caveat
Emptor berubah menjadi caveat venditor.
2. The due Care
Theory
Ø Pelaku usaha
mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
Ø Pasal 1865
Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan mempunyai
suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau
menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau
peristirwa tersebut.
Ø Kelemahan beban
berat konsumen dalam membuktikan.
Ø Prinsip ini
menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi
hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan
kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar yang
diperjanjikan.
Ø Fenomena kontrak
kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas
betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
4. Kontrak bukan
Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak
bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu huungan hukum .
B.
Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
1.
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2.
Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar
partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.
Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5.
Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan
agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian
hukum.
5.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
A.
Hak-hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.
Pengeta huan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak
sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika adanya tindakan yang
tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen
kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata
lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah
dilanggar oleh pelaku usaha.
J.F Kennedy menentukan ada
empat Hak Dasar konsumen, adalah sebagai berikut:
a. Hak memperoleh keamanan (the
tight to safety);
b. Hak memilih (the right
to choose);
c. Hak mendapat informasi (the
right to be informed);
d. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Adapun sesuai Hak
konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Undang-undang Perlindungan Konsumen
(UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-
hak konsumen yang dipandang sebagai jalan masuk yang tepat dalam masalah etis
seputar konsumen sangat diperlukan.
B.
Kewajiban
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.
HAK
DAN KEWAJIBAN PRODUSEN TERHADAP KONSUMEN
Produsen ialah
orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan konsumen. Barang atau
jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang
dan jasa disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan
besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan
golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
A.
Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.
Hak menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
2.
Hak untuk mendapat perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya
di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila
terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5.
H
ak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
B. Kewajiban produsen
1.
Beritikad baik dalam kegiatan
usahanya
2.
Memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3.
Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
4.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
dan/atau jasa yang berlaku
5.
Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan
6.
Memberi kompensasi, ganti rugi,
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7.
Memberi kompensasi ganti rugi
dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan
kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini
berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku
usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima
pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK
pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga
harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang
antar pelaku usaha.
C.
Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh seorang
pelaku usaha
Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas
penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(pasal 8).
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau
tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain (pasal 9).
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai (Pasal 10)
Pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan
cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara
cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana
yang dijanjikannya (pasal 13).
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan
dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a.
Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b.
Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c.
Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d.
Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. (pasal
14)
D.
Tanggung Jawab Produsen terhadap Konsumen
Pasal 19
- Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
- Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
- Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen
7. SENGKETA KONSUMEN
Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu
ada konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik
kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua
kalangan. Karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan.
Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau
konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Sedangkan menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau
lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau
hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK,
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.” Pengertian
Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing
adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau
jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak
memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Definisi
”sengketa konsumen” dijumpai pada Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10
Desember 2001, dimana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah:
“sengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau
yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”
Jadi, sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang
menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasad.
Melalui pasal 45 ayat (1) ini
dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen , terdapat dua
pilihan yaitu :
· Melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau
· Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara
berikut :
· Konsultasi
· Negosiasi
· Mediasi
· Konsialisasi
· Penilaian ahli
8.
SANKSI-SANKSI
A. Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
Ø Pengembalian
uang
Ø Penggantian
barang
Ø Perawatsan
keehatan, dan/atau
Ø Pemberian
santunan
Ø Ganti
rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
B. Sanksi Administrasi
Maksimal
Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19
ayat (2) dan (3), 20, 25
C. Sanksi Pidana
Ø Penjara,
5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13
ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Ø Penjara,
2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ø Ketentuan
pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Ø Hukuman
tambahan , antara lain :
Ø Pengumuman
keputusan Hakim
Ø Pencabuttan
izin usaha;
Ø Dilarang
memperdagangkan barang dan jasa ;
Ø Wajib
menarik dari peredaran barang dan jasa;
Ø Hasil
Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
BAB III
ANALISIS
KASUS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan Konsumen di Bidang Paman
Contoh kasus pelanggaran UU Perlindungan
konsumen di bidang pangan. Kasus di bidang pangan ini adalah kasus yang paling
mengkhawatirkan masyarakat. Kasus tersebut adalah kasus – kasus tentang masalah
penyalahgunaan zat-zat berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang
diperbolehkan untuk digunakan tetapi penggunaannya oleh sang pelaku usaha dalam
produk pangan melebihi batas yang telah ditentukan. Zat-zat yang berbahaya
diantaranya formalin, boraks, rhodamin – B, Metanil Yellow dan lain sebagainya.
Jika zat-zat ini masuk ke dalam tubuh
konsumen, maka akan menimbulkan efek yang
berbahaya bagi tubuh dalam jangka panjang karena zat-zat tersebut telah
terakumulasi dalam tubuh.
Demi menekan ongkos produksi, para pelaku usaha tega mencampurkan zat-zat
berbahaya ke dalam produk yang mereka jual agar produknya bisa tahan lama.
Misalnya saja produsen yang menggunakan boraks atau formalin ke dalam produk
makanan yang dijualnya agar produk tersebut lebih tahan lama. Kalau produk
mereka tahan lama, bisa dijual lagi keesokan harinya, sehingga ongkos produksi
juga bisa ditekan.
Konsumen yang telah membayar sejumlah uang untuk mendapatkan produk yang dijual
oleh pelaku usaha tersebut malah dicurangi. Konsumen tidak mendapatkan kualitas
produk yang sesuai dengan yang diinginkannya. Tetapi justru membahayakan
kesehatan mereka di kemudian hari. Kasus seperti ini jelas telah melanggar UU
Perlindungan konsumen. Di dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 4 point ke 3
disebutkan salah satu hak konsumen yaitu “hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
Kasus tersebut jelas sudah bertentangan dengan bunyi pasal tersebut tentang hak
konsumen. Hak konsumen telah diabaikan. Konsumen tidak mendapatkan informasi
yang jujur dari pelaku usaha mengenai produk yang mereka jual. Para pelaku
usaha seolah tidak jera dan tetap melakukan hal itu lagi. Bahkan seperti tidak
ada tindakan yang tegas dari pemerintah untuk menghadapi para pelaku usaha yang
demikian.
Dalam kasus ini tidak hanya para pelaku usaha yang salah. Namun konsumen juga
harus lebih teliti lagi dalam membeli suatu barang. Konsumen harus lebih
mengamati produk yang dibelinya. Jangan sampai tertipu. Dalam membeli suatu
barang, konsumen juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk
tersebut. Jangan sampai membeli produk yang telah kadaluarsa. Namun, sang
pelaku usaha juga harus selalu mengontrol produk yang mereka jual, jangan
sampai ada produk yang telah kadaluarsa tetapi masih saja dijual. Jadi, dalam
hal ini dibutuhkan peran dari kedua belah pihak.
Untuk mengatasi kasus pelanggaran UU
Perlindungan Konsumen dalam bidang pangan tersebut sebaiknya pemerintah sebagai
badan yang melakukan pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang –
barang yang telah beredar di masyarakat luas, selalu melakukan pengawasan –
pengawasan terhadap para pelaku usaha maupun para distributor yang menyediakan
barang. Selain itu, diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat secara
terus-menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat
yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan
pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang
barang dan ketentuannya.
Ø Analisis Hukum
Berdasarkan kasus dan
teori diatas masih banyak pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya dan
masih banyak konsumen yang merasa dirugikan akibat oknum-oknum pelaku usaha
yang tidak bertanggung jawab.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus pelaku usaha dibidang pangan
tersebut menyalahi ketentuan. Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang dilangar oleh pelaku usaha dalam bidang pangan:
1.
Pasal 4, hak konsumen adalah
:
o Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa”
o Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar
hak konsumen tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23
Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8
kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal
dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30
kasus. Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan
bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang
seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan
(seperti rhodamin B dan methanil yellow).
o Ayat 3 : “Hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.”
o Para pelaku usaha
bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan
lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya bahkan
mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam
mengetahui informasi komposisi bahan makanannya.
2. Pasal 7, kewajiban
pelaku usaha adalah :
o Ayat 2 : “Memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.”
o Pelaku usaha bidang pangan tidak pernah
memberitahu kondisi serta penjelasan komposisi makanan apa yang terkandung
didalamnya. Terkadang juga pelaku usaha tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa
pada makanan kemasan dan kaleng.
3. Pasal 19
o Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
o Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau
jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
o Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.”
Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat
Berbahaya dalam Produk Pangan di Indonesia
Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggaran terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggaran terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
Ø Analisis
Etika
Bisnis tertentu merusak masyarakat, baik dalam
kaitannya dengan kesehatan, mental, maupun budaya masyarakat. Timbulnya
berbagai penyakit yang sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan tidak bisa
tidak merupakan tanggung jawab pedagang atau orang bisnis. Demikian pula,
sampai pada tingkat tertentu orang bisnis membuat masyarakat menjadi sangat
konsumtif dan bahkan sampai pada tindakan kriminal seperti pencurian,
perampokan dan korupsi hanya demi memenuhi kebutuhan atau permintaan yang dalam
banyak hal tidak begitu diperlukan. Maka, tidak berlebihan kalau dikatakan
bahwa bisnis ikut bertanggung jawab (secara etika) atas baik buruknya
masyarakat modern ini.
BAB IV
PENUTUP
Konsumen ialah
orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu
rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah
Tangga Produksi (RTP).
Perlindungan
konsumen adalah perangkat yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak
sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Oleh
karena itu, Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen
memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak
konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis
dan mandiri. Tujuannya, jika adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya,
ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak
lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya
tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku
usaha.
DAFTAR PUSTAKA
- http://ranggiwirasakti.blogspot.com/2012/11/prinsip-prinsip-dalam-hukum.html
- ` https://id-id.facebook.com/notes/mutiara-hikmah-dari-al-quran-dan-assunnah/kisah-sahabat-sahabat-rosululloh-saw-asma-binti-abu-bakar/292081947489405
- http://kusmianto.mhs.narotama.ac.id/2013/12/23/etika-perlindungan-konsumen/
- http://handayani.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29660/PERLINDUNGAN+KONSUMEN.(MAHASISWA).doc
- http://fadhilhadzamimuhammad.blogspot.com/2013/06/perlindungan-konsumen.html
- http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnalhukumunsrat/article/download/1261/1029
- http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35123/3/Chapter%20ll.pdf